Nasution Bersaudara dan Pesona Musik Indonesia

No Comments

 
Dari Pegangsaan, mereka hadir untuk Indonesia. Mungkin itulah kalimat yang cukup tepat menggambarkan Nasution Bersaudara.

Nasution bersaudara merupakan sebutan bagi anak-anak dari Saidi Hasjim Nasution, keluarga menengah ke atas yang tinggal di jalan Pegangsaan. Dari hasil pernikahannya, ia berhasil memiliki 6 anak, 5 di antaranya adalah yang kelak menjadi pemain musik ternama. Kelima anak tersebut adalah Rada Krishnan Nasution (Keenan), Zulham Nasution (Joe Am), Bachmid Gaury Nasution (Gauri), Aumar Naudin Nasution (Odink), dan Debi Murti Nasution (Debby).

Era 1966-1974

Sejak kecil, Nasution Bersaudara sudah dekat dengan musik. Bermula dari Joe Am, Keenan, dan Gauri yang membentuk Sabda Nada pada tahun 1966 bersama tetangga-tetangganya di Pegangsaan. Sabda Nada nantinya mengganti namanya menjadi Gipsy. Formasi awal Gipsy saat itu adalah Keenan (drum, vokal), Gauri (gitar), Onan (organ), Tammy (alat tiup, vokal), dan Chrisye (gitar bas, vokal). Mereka memainkan repertoar-repertoar barat seperti Chicago, Blond, sampai Jimi Hendrix bahkan King Crimson. Lewat lagu-lagu yang dibawakannya, Gipsy saat itu dikenal sebagai grup musik yang eksklusif karena berhasil membawakan lagu-lagu yang jarang dibawakan oleh grup musik pada umumnya dengan baik.

Rumah Nasution bersaudara saat itu tidak pernah sepi pendatang. Suatu hari, di rumah mereka pernah singgah seorang seniman asal Bali, I Wayan Suparta Widjaja. Dari pertemuan inilah, muncul hasrat Keenan untuk menggabungkan musik rock barat dengan gamelan Bali yang bercorak progresif. Konon katanya pada awal 70-an, Gipsy dengan formasi ini sudah pernah membawakan konsep musik rock yang dipadukan dengan gamelan Bali. Jauh sebelum Guruh Gipsy terbentuk. Selain bersama I Wayan Suparta Widjaja, Gipsy juga pernah berkolaborasi bersama Mus Mualim pada saat awal-awal Taman Ismail Marzuki dibuka.

Memasuki awal 70-an, Gipsy diundang oleh Ibnu Soetowo, pemilik restoran Ramayana di Amerika Serikat, untuk manggung secara reguler di sana. Undangan tersebut disambut sangat baik oleh Gipsy. Selain untuk meraih jam terbang, mereka belajar lebih banyak tentang kehidupan musik di sana, serta untuk menambah referensi bermusik.

Saat kontraknya habis dan kembali lagi ke Indonesia, Gipsy kembali aktif manggung. Salah satu yang fenomenal adalah Gipsy lagi-lagi memadukan musik rock dengan gamelan Bali yang dipimpin oleh Syaukat Suryabrata dkk. pada saat mereka tampil di Taman Ismail Marzuki.

Di sisi lain, Keenan turut membantu adik-adiknya, yaitu Odink dan Debby Nasution yang membentuk Young Gipsy. Sesuai dengan namanya, Young Gipsy merupakan Gipsy dengan personel-personel yang lebih muda.

Pada tahun 1973, di tahun yang sama saat Young Gipsy sedang aktif-aktifnya, Oding dan Debby malah diajak bergabung oleh grup musik kenamaan, God Bless. Masuknya Oding dan Debby untuk mengisi posisi yang ditinggalkan oleh Deddy Stanzah dan Soman Lubis. Tak lama, Keenan menyusul adik-adiknya masuk ke God Bless untuk menggantikan Fuad Hassan yang mengalami insiden kecelakaan maut. Jadilah pada tahun 1974, formasi God Bless berisi 3 orang dari Nasution Bersaudara. Dengan formasi ini, God Bless praktis membawakan repertoar-repertoar beraliran progressive rock seperti yang diusung oleh Nasution Bersaudara dalam grup Gipsy.

Menjelang perilisan album perdana God Bless, formasi ini bubar karena adanya perbedaan visi terkait aliran musik yang diusung. Nasution Bersaudara memutuskan keluar dari God Bless, sedangkan God Bless terus melaju dengan formasi barunya (Ian Antono, Teddy Sujaya, dan Yockie Suryo Prayogo).

Tahun 1975-1976: Guruh Gipsy dan Barong’s Band

Pada tahun 1975, Keenan kembali bertemu dengan kawan lamanya, Guruh Sukarno Putra, yang baru saja pulang dari Belanda. Bersama Guruh, Keenan ingin mewujudkan ide yang pernah ia lakukan sebelumnya, yaitu menggabungkan musik rock barat dengan gamelan Bali. Usul tersebut disambut dengan baik oleh Guruh yang juga menekuni kesenian Bali. Jadilah sebuah proyek musik Gipsy yang berkolaborasi Guruh, yaitu Guruh & Gipsy atau lebih dikenal dengan nama Guruh Gipsy dengan formasi utama Keenan (drum, vokal), Odink (gitar), Guruh (gamelan, konsep keseluruhan), Chrisye (vokal, gitar bas), Abadi  Soesman (kibor), dan Roni Harahap (kibor, dan penata musik).

Proyek musik yang sangat fenomenal ini direkam di Laboratorium Pengembangan dan Penelitian Audio Visual Tri Angkasa, sebuah studio rekaman paling canggih di Indonesia saat itu yang terletak di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Proses rekaman album ini terbagi menjadi dua fase. Fase pertama dimulai pada bulan Juli 1975 sampai Februari 1976. Pada fase pertama, Chrisye tidak ikut rekaman karena sedang tampil secara reguler bersama grup musik The Pro’s di Amerika Serikat. Hal ini menyebabkan seluruh lagu yang dibuat di fase ini tidak mengandung suara gitar bas. Fase ini melahirkan lagu Geger Gelgel, Barong Gundah, Chopin Larung, dan satu lagu yang belum ada judulnya. Semua lagu ini direkam tanpa instrumen gitar bas.

Sedangkan fase kedua dimulai dari bulan Mei hingga Juni 1976. Pada fase ini, Chrisye mulai bergabung. Fase ini melahirkan lagu-lagu Indonesia Maharddhika, Janger 1897 Saka, dan Smaradhana. Selain lagu-lagu tersebut, karena bergabungnya kembali Chrisye pada fase ini, artinya lagu-lagu yang direkam di fase pertama direkam kembali dengan tambahan gitar bas dan vokal yang diisi oleh Chrisye.

Pada akhir tahun 1976, album Guruh Gipsy dengan format kaset pita dirilis secara independen. Album ini dianggap sebagai cetak biru bagi aliran progressive rock Indonesia karena memadukan unsur rock barat dengan gamelan Bali yang telah Nasution Bersaudara eksperimenkan pada awal 70-an.

Sedangkan Debby Nasution yang saat itu sedang sibuk dengan Young Gipsy diajak bergabung ke dalam grup musik bernama Barong’s Band. Barong’s Band merupakan grup musik yang didirikan oleh Erros Djarot. Bersama grup tersebut, Debby melahirkan dua album, yaitu album self-titled dan album soundtrack untuk film Kawin Lari. Soundtrack tersebut berhasil meraih penghargaan sebagai Penata Musik Terbaik di Festival Film Indonesia.

Di samping dua proyek tersebut, Keenan dan Debby turut membantu Erros Djarot dalam pembuatan scoring untuk film Perkawinan Dalam Semusim. Karya-karya Keenan dan Debby dalam film ini nantinya akan dirilis di album Badai Pasti Berlalu.

Tahun 1977: Lomba Cipta Lagu Remaja (LCLR) dan Badai Pasti Berlalu

Pasca Guruh Gipsy, masing-masing personel dari grup tersebut mulai memiliki hasrat yang berlebih dalam bermusik. Keenan pada saat itu mulai dilirik oleh Donny Fattah, pemain gitar bas God Bless yang memiliki proyek duet bersama kakaknya, Rudi Gagola. Di proyek tersebut, Keenan terlibat sebagai pemain drum dan menyumbang suara untuk satu lagu.

Di tahun berikutnya, Keenan mencoba peruntungan dengan mengikuti Festival Lagu Populer. Karyanya yang berjudul Di Batas Angan-Angan berhasil masuk 9 besar.

Selang beberapa waktu, terjadilah sebuah gebrakan dalam industri musik pop Indonesia, yaitu lahirnya Lomba Cipta Lagu Remaja (LCLR) edisi pertama yang diadakan oleh salah satu radio anak muda saat itu. Proyek ini merupakan ajang untuk mencari bakat dari pemuda-pemuda yang doyan membuat lagu dengan syair yang berbeda dengan lagu Indonsia pada umumnya saat itu. LCLR 1977 melibatkan iringan musik yang dimainkan oleh perpaduan dari Nasution Bersaudara (Keenan & Odink) dan God Bless (Donny Fattah & Yockie Suryo Prayogo).

Pasca gebrakan lewat LCLR 1977, Nasution Bersaudara kembali terlibat di dalam album yang dianggap sebagai revolusi bagi musik pop Indonesia, yaitu album Badai Pasti Berlalu. Album ini digarap oleh Erros Djarot, Yockie, Chrisye, Fariz RM, Berlian Hutauruk, serta bantuan dari dua orang Nasution bersaudara, yaitu Keenan dan Debby. Keenan dan Debby menyumbangkan karya serta permainan drum dan kibornya untuk lagu Khayalku, Semusim, dan Angin Malam yang sebelumnya mereka ciptakan untuk scoring film Perkawinan Dalam Semusim. Album ini dianggap berhasil menjadi revolusi bagi musik pop Indonesia.

Pasca Badai Pasti Berlalu, Nasution Bersaudara bersama teman-teman nongkrongnya di Pegangsaan menamai dirinya sebagai Gank Pegangsaan. Grup tersebut terdiri dari anak-anak yang sering nongkrong di Pegangsaan, seperti Nasution Bersaudara, Erros Djarot, Chrisye, Yockie, Fariz RM, Addie MS, dan masih banyak lagi nama lainnya. Popularitas mereka saat itu semakin tinggi.

Tahun 1978-1980: Pasca Badai Pasti Berlalu

Popularitas Gank Pegangsaan pasca Badai Pasti Berlalu semakin menanjak. Mereka menjadi idola baru bagi penikmat musik di Indonesia. Pada era tersebut, Nasution bersaudara mulai aktif dalam industri musik Indonesia.

Pada tahun 1978, Keenan merilis album solo perdananya. Album perdananya ini diberi judul Di Batas Angan-Angan. Album ini memuat lagu-lagu progressive pop yang keren dan cenderung berbeda dari lagu-lagu pop Indonesia pada umumnya saat itu. Lagu yang paling populer dari album tersebut adalah Nuansa Bening dan Jamrud Khatulistiwa. Selain itu, ada juga lagu “gila” dari album ini, yaitu Negeriku Cintaku yang berdurasi 9 menit! Lagu ini merupakan ciptaan dari Debby Nasution. Gauri Nasution juga ikut mengisi gitar di lagu beraliran progressive rock tersebut.

Pada tahun 1979 sampai 1980, Keenan merilis 2 album yang berjudul Tak Semudah Kata-Kata dan Akhir Kelana. Dua album tersebut masih mengusung aliran musik progressive pop seperti album Di Batas Angan-Angan. Namun sayang. Album tersebut tidak bisa menandingi kepopuleran album perdananya.

Selain menggarap album solo, Keenan juga ikut membantu musisi lain dalam proses pembuatan album, seperti Chrisye untuk album Sabda Alam dan Percik Pesona, lalu album perdana Yockie yang berjudul Musik Saya Adalah Saya, album perdana Fariz RM yang berjudul Selangkah Ke Seberang, dan album masterpiece dari Harry Sabar yang berjudul Lentera yang juga melibatkan Gauri, Odink, dan Debby.

Sedangkan Odink Nasution saat itu tengah sibuk bersama Prambors Band, sebuah grup yang dibentuk oleh M. Noer Aroembinang. Prambors Band pada era 1978 sampai 1980 berhasil melahirkan 5 album. Album perdana Prambors Band yang berjudul Jakarta Jakarta berhasil melahirkan satu lagu yang menjadi everlasting hits, yaitu lagu Kemarau yang saat ini masih dikenang oleh orang tua-orang tua yang pernah hidup di era tersebut. Selain album tersebut, Odink juga turut menggarap album perdana dari penyanyi wanita bernama Louise Hutauruk yang berjudul Pintu Hati. Album beraliran pop orkestra ini ia garap bersama kawan-kawan dari Gank Pegangsaan  lainnya seperti Addie MS, Harry Sabar, Herman Gelly, dkk.

Debby Nasution yang namanya mulai tercium mulai dipercaya untuk menggarap album. Pada tahun 1978, ia menggarap album dari Finalis Festival Pop Song ke-6. Album ini menyertakan nama-nama beken saat itu, seperti Baskoro, Dhenok Wahyudi, Untung Yus, dan Maya Rumantir. Selain festival tersebut, Debby juga dipercaya untuk menjadi penata musik untuk LCLR 1979 bersama Addie MS, Odink Nasution, dan pemain musik lainnya. Album ini melahirkan hits yang berjudul Jelaga, Kharisma Indonesia, dan Mahajana.

Sedangkan proyek yang paling fenomenal dari Nasution Bersaudara di era ini adalah LCLR 1978 yang melibatkan Keenan dan Odink sebagai pemain drum dan gitar. Album ini masih memiliki konsep yang sama seperti LCLR 1977, yaitu mencari pemuda yang berbakat dalam menciptakan lagu. LCLR 1978 dianggap sebagai sebuah terobosan baru dalam penciptaan lirik dan lagu. Album ini melahirkan banyak sekali hits, di antaranya adalah Apatis, Sesaat, Kidung, dan masih banyak lagi.

Pada era ini, mereka aktif tampil di berbagai daerah dengan nama Badai Band. Nama tersebut dicetuskan oleh Sys NS yang diambil dari orang-orang yang terlibat di album Badai Pasti Berlalu. Walaupun begitu, anggota Badai Band terdiri dari anak-anak Gank Pegangsaan itu sendiri. Pada era keemasannya, Badai Band merupakan sebuah grup musik yang sangat dahsyat. Formasi utama Badai Band adalah Chrisye (vokal, gitar bas), Yockie (vokal, kibor), Roni Harahap (kibor), Odink Nasution (gitar), Keenan Nasution (vokal, drum), dan Fariz RM (vokal, drum). Sedangkan anak-anak Gank Pegangsaan lain yang turut membantu formasi utama Badai Band adalah Harry Sabar (vokal, drum), Addie MS (kibor), Debby Nasution (kibor), bahkan Vina Panduwinata yang didapuk sebagai backing vocal. Konsep grup tersebut bida dibilang yang paling dahsyat di Indonesia. Di dalamnya ada double drum set yang dimainkan oleh Keenan dan Fariz, serta kibor yang berjumlah lebih dari 5 buah yang dimainkan oleh Yockie dan Roni Harahap. Yang paling dahsyat adalah pada tahun 1979 dan tahun 1981. Ketika itu, Badai Band tampil diiringi oleh full-set orkestra pimpinan Idris Sardi.

Periode akhir 70-an ini bisa dibilang era paling cemerlang bagi Nasution Bersaudara. Karena pada era tersebut, Nasution Bersaudara bersama kawan-kawan lainnya di Pegangsaan dianggap sebagai pemberi warna baru bagi musik Indonesia. Keenan, Debby, Odink, dan Gauri memberikan hentakan-hentakan dari suara alat musik yang mereka mainkan menjadi sebuah pesona dan warna baru bagi dunia musik Indonesia.

Tahun 1981 sampai akhir 80-an

Memasuki 1980-an, Nasution Bersaudara masih tetap bermusik di jalur pop progresif.

Keenan merilis 7 album solo pada periode ini. Album tersebut 6 di antaranya melibatkan sang adik, yaitu Odink. Warna musiknya pun beragam. Dari mulai pop progresif hingga rock pernah Keenan cicipi.

Pada tahun 1983 dan 1985, Keenan merilis album yang berjudul 42nd Street, Dara-Dara, dan Dulu Lain Sekarang Lain. Ketiga album tersebut memiliki corak musik yang cukup unik. Album tersebut mengusung aliran new wave dan rock. Hal ini memberikan kesan yang berbeda bagi Keenan yang biasanya memainkan lagu-lagu pop. Sebelumnya pada tahun 1982, Keenan juga pernah berkolaborasi dengan sang istri, yaitu Ida Royani untuk membuat 2 buah album yang berjudul My Love dan Romansa.

Selain sibuk membantu sang kakak, Odink juga ikut menggarap album-album lain. Beberapa album lain yang melibatkan Odink yaitu album Lain Di Bibir Lain Di Hati dari Louise Hutauruk dan Eben Hutauruk yang beraliran funk, serta album terakhir Prambors Band yang berjudul Kemarau II. Di tengah kesibukannya menggarap album, Odink juga aktif dalam grup musik yang bernama Cockpit. Grup musik ini membawakan lagu-lagu Genesis dan Phil Collins dan masih eksis hingga saat ini.

Sedangkan Debby Nasution pada periode ini mulai menekuni dunia dakwah. Dirinya menjadi pemuka agama yang cukup tersohor pada saat itu. Namun, hal tersebut tidak membuat Debby meninggalkan musik begitu saja. Di samping berdakwah, Debby tetap bermusik bersama Gank Pegangsaan sebagai pemain kibor.

Era 90-an: Era baru Gank Pegangsaan

Awal 90-an dibuka dengan rilisnya album perdana dari Gank Pegangsaan. Album ini dirilis atas prakarsa Debby Nasution yang ingin sebuah Gank Pegangsaan yang telah eksis sejak tahun 70-an untuk merilis sebuah album. Walaupun album ini tidak melibatkan seluruh Gank Pegangsaan, tetapi album ini cukup mewakili dan memberi identitas bagi Gank Pegangsaan yang masih ada.

Album perdana Gank Pegangsaan berjudul Palestina I dirilis pada tahun 1991. Album ini menelurkan everlasting hits yang berjudul Dirimu. Keenan Nasution menjadi pemain drum dan penyanyi untuk album ini. Sedangkan Debby Nasution berperan sebagai penata musik, pencipta beberapa lagu, dan pemain kibor.

Peran Keenan di era baru Gank Pegangsaan ini cukup di album perdana saja. Di tahun berikutnya Keenan bergabung ke sebuah grup bernama Al Haj. Al Haj merupakan sebuah supergrup yang terdiri dari Benyamin Sueb (vokal), Keenan (drum), Odink (gitar), Edhe (gitar) Editya (gitar bas), dan Harry Sabar (kibor).

Odink yang telah aktif bersama Cockpit sejak awal 80-an masih bertahan dengan grup tersebut hingga periode ini. Di  samping Cockpit dan Al Haj, Odink bersama Keenan bergabung ke sebuah grup musik bernama Next Band. Grup ini berisi Keenan, Odink, Freddy Tamaela, Armand Maulana, Raidy Noor, Rani Trisutji, dan Andy Ayunir.

Sedangkan Gank Pegangsaan sejak album perdananya terus melaju diikuti dengan dirilisnya album Palestina II (1994) dan Kerusuhan (1997) yang dinakhodai oleh Debby Nasution.

Pada tahun 1997, Nasution Bersaudara sempat membentuk kembali Guruh Gipsy. Grup ini sempat tampil di televisi nasional membawakan repertoar-repertoar Guruh Gipsy yang tentu dengan iringan gamelannya. Tetapi setelah itu, namanya tidak terdengar lagi.

Periode 2000an hingga kini

Memasuki usia karir bermusik mereka yang sudah lebih dari 30 tahun, Nasution Bersaudara masih aktif bermusik. Debby masih menekuni profesinya di jalan dakwah, sedangkan Odink masih bersama grup Cockpit-nya.

Pada tahun 2007, Keenan merilis album berjudul Dengarkan… Apa Yang Telah Kau Buat bersamaan dengan digelarnya konser Nuansa Bening pada 5 Mei 2007. Album ini digelar untuk mengenang karya-karya terbaik dari Keenan Nasution. Sedangkan pada tahun 2011, konser yang bertajuk Apa Yang Telah Kau Berikan Untuk Sesama Manusia yang merupakan konser tribute untuk 33 tahun karir bermusik Keenan Nasution dihelat di Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Kedua konser tersebut tentunya melibatkan sang adik, yaitu Odink dan Debby.

Lalu pada tahun 2012, Keenan merilis album berjudul Akustik. Album tersebut berisi lagu-lagu lama dari Keenan yang dikemas ulang dengan format akustik. Sedangkan di tahun 2014, album perdana Keenan yang berjudul Di Batas Angan-Angan dirilis ulang dalam format piringan hitam dan CD.

Hingga kini, Keenan masih aktif bermusik. Biasanya Keenan terlibat di acara-acara tribute untuk lagu-lagu progressive rock Indonesia era Gank Pegangsaan dan LCLR.

Sedangkan Debby Nasution sempat aktif bermusik kembali. Debby ikut membantu Giant Step dalam album terbarunya yang berjudul Life’s Not The Same yang dirilis pada tahun 2016. Di album tersebut, Debby berperan sebagai pemain kibor. Lalu, Debby juga aktif di berbagai acara tribute untuk Gank Pegangsaan dan LCLR bersama Keenan dan anggota Gank Pegangsaan lainnya. Selain itu, Debby juga sempat merekam materi-materi lagu namun tidak sempat dirilis.

Pada tanggal 15 September 2018, kabar duka menyelimuti Nasution Bersaudara. Debby Nasution yang saat itu sedang mengisi ceramah tiba-tiba meninggal dunia. Belakangan diketahui penyebab wafatnya, yaitu serangan jantung. Pada tahun 2020, materi-materi lagu yang belum dirilis oleh Debby Nasution dirilis atas prakarsa M. Hasan Nasution dalam album yang bertajuk Menanti Hari.

Lalu pada 27 Februari 2020, kabar duka kembali menyelimuti Nasution Bersaudara. Sang gitaris, Odink Nasution, meninggal dunia akibat gagal ginjal. Sebelum akhir hayatnya, Odink masih aktif bersama grup musik Cockpit dan pegiat blues di Jakarta Blues Festival.

PENUTUP

Tidak berlebihan bila penulis menganggap Nasution Bersaudara merupakan pesona bagi musik Indonesia. Pemikiran-pemikiran serta ide bermusiknya yang visioner menjadi warna tersendiri bagi musik Indonesia. Tak jarang karya-karya dari mereka dicap sebagai karya yang futuristik, sehingga karya-karyanya kerap dianggap sebagai pemberi warna yang berbeda bagi musik Indonesia pada umumnya saat itu. Belum lagi permainan alat musik yang mereka kuasai sangat memberi pesona tersendiri bagi musik Indonesia.

Pada tahun 2007, majalah Rolling Stone Indonesia membuat daftar 150 Album Indonesia Terbaik. Dalam daftar tersebut, setidaknya ada 6 album yang melibatkan Nasution Bersaudara. Bahkan, peringkat 3 teratas dari daftar tersebut merupakan album-album yang melibatkan Nasution Bersaudara, yaitu Badai Pasti Berlalu, Guruh Gipsy, dan LCLR 1978.

Pencapaian tersebut menjadi bukti bahwa Nasution Bersaudara memang sebuah pesona bagi musik Indonesia.

DISKOGRAFI

  • Gauri Nasution

Gauri Nasution sempat terlibat di berbagai grup musik bersama Nasution Bersaudara, seperti Sabda Nada, dan Gipsy sebagai gitaris. Pada tahun 1978, Gauri sempat membantu Keenan Nasution pada album solonya yang berjudul Di Batas Angan-Angan sebagai gitaris pada lagu Negeriku Cintaku. Lalu di tahun berikutnya, Gauri ikut membantu Harry Sabar dalam album solonya yang berjudul Lentera. Di album tersebut, Gauri terlibat sebagai pemain gitar pada lagu Kitaran Warsa, Sekiranya’…., dan Kemarin dan Hari Ini.

Setelah tahun 1979, namanya tidak terlihat lagi di kancah musik nasional. Namun, karya-karyanya dapat ditemukan di berbagai sampul album yang ia buat untuk album musisi-musisi Indonesia saat itu, seperti Keenan Nasution, Chrisye, Harry Sabar, dan masih banyak lagi.

 

  • Odink Nasution

Odink Nasution dikenal sebagai gitaris yang sering terlibat di proyek musik musisi lain. Berikut adalah hasil riset yang penulis temukan terhadap keterlibatan Odink Nasution di dunia musik Indonesia.

  1. Guruh Gipsy, Kesepakatan dalam Kepekatan, 1976, sebagai pemain gitar;
  2. Various Artists – 10 Lagu Terbaik Lomba Cipta Lagu Remaja (LCLR) 1977, sebagai pemain gitar;
  3. Various Artists – 10 Lagu Terbaik Lomba Cipta Lagu Remaja (LCLR) 1978, sebagai pemain gitar;
  4. Prambors Band – Jakarta Jakarta, 1978, sebagai pemain gitar;
  5. Prambors Band – Sebentuk Keresahan, 1979, sebagai pemain gitar;
  6. Prambors Band – 10 Pencipta Lagu Remaja, 1979, sebagai pemain gitar;
  7. Prambors Band – Seungkap Tanya, 1979, sebagai pemain gitar;
  8. Prambors Band – Sebuah Prasangka, 1979, sebagai pemain gitar;
  9. Yockie Suryo Prayogo – Musik Saya Adalah Saya, 1979, sebagai pemain gitar;
  10. Various Artists – Dasa Tembang Tercantik ’79 (Lomba Cipta Lagu Remaja/LCLR 1979), 1979, sebagai pemain gitar;
  11. Louise Hutauruk – Pintu Hati, 1979, sebagai penata musik, pemain gitar, dan pemain kibor pada lagu Alkisah Mega;
  12. Harry Sabar – Lentera, 1979, sebagai pemain gitar;
  13. Keenan Nasution – Tak Semudah Kata-Kata, 1979, sebagai pemain gitar pada lagu Sang Juara;
  14. Keenan Nasution – Akhir Kelana, 1980, sebagai pemain gitar pada lagu Nyata;
  15. Andi Mapajalos – Bunga Kasih, awal 1980-an (tahun tidak diketahui pasti), sebagai pemain gitar;
  16. Keenan Nasution – Beri Kesempatan, 1981, sebagai pemain gitar;
  17. Louise Hutauruk & Eben Hutauruk – Lain Di Bibir Lain Di Hati, 1981, sebagai pemain gitar;
  18. Harry Sabar – Bayang Pesona, 1981, sebagai pemain gitar;
  19. Keenan Nasution – My Love, 1982, sebagai pemain gitar;
  20. Keenan Nasution – Romansa, 1982, sebagai pemain gitar;
  21. Keenan Nasution – 42nd Street, 1983, sebagai pemain gitar;
  22. Keenan Nasution – Dara-Dara, 1985, sebagai pemain gitar;
  23. Keenan Nasution – Dulu Lain Sekarang Lain, 1985, sebagai pemain gitar;
  24. Prambors Band – Kemarau II, 1986, sebagai pemain gitar;
  25. Keenan Nasution – Bunga Asmara, 1990, sebagai pemain gitar pada lagu Nuansa Bening, Bidak Kecil, Padamu Aku Mengetuk, dan Tommy;
  26. Al Haj – Biang Kerok, 1992, sebagai pemain gitar;
  27. Debby Nasution – Menanti Hari, 2020, sebagai pemain gitar pada lagu Jeritan Hati Kami.

 

  • Debby Nasution

Di bawah ini merupakan beberapa proyek musikal yang melibatkan Debby Nasution sebagai penyanyi, pemain alat musik, maupun penata musik. Daftar album ini mungkin belum mencakup seluruh keterlibatan aktivitas bermusik dari Debby Nasution. Namun, penulis berhasil merangkum beberapa diskografi yang melibatkan Debby Nasution berdasarkan riset yang penulis lakukan. Berikut diskografi dari Debby Nasution.

  1. Barong’s Band – Kawin Lari, 1976, sebagai penata musik dan pemain kibor;
  2. Barong’s Band – self-titled, 1976, sebagai penata musik dan pemain kibor;
  3. Erros Djarot dkk. – Badai Pasti Berlalu, 1977, sebagai pemain kibor dan penata musik pada lagu Khayalku, Angin Malam, dan Semusim; pencipta lagu Cintaku, dan pencipta aransemen dasar lagu Pelangi;
  4. Keenan Nasution – Di Batas Angan-Angan, 1978, sebagai pemain kibor pada lagu Nuansa Bening, dan Negeriku Cintaku; pencipta lagu Negeriku Cintaku;
  5. 4 Komposer – Finalis Festival Pop Song ke-6, 1978, sebagai penata musik dan pemain kibor;
  6. Various Artists – Dasa Tembang Tercantik ’79 (Lomba Cipta Lagu Remaja), 1979, sebagai penata musik dan pemain kibor pada lagu Jelaga, Himbauan Jiwa, Getar Asmara, Bahana Jelata, Cahaya Kencana, dan Mahajana;
  7. Prambors Band – Seungkap Tanya, 1979, sebagai pemain kibor;
  8. Harry Sabar – Lentera, 1979, sebagai pemain kibor, gitar bas, dan penata musik pada lagu Lentera, Kala Daun Berguguran, Kitaran Warsa, Kemarin dan Hari ini, Terbenci Tapi…, dan Sekiranya’…;
  9. Utje Tjakradidjaja – Di Bawah Payung Hitam, 1980, sebagai penata musik;
  10. Keenan Nasution – Akhir Kelana, 1980, sebagai pemain piano elektrik pada lagu Mana Mungkin;
  11. Harry Sabar – Bayang Pesona, 1981, sebagai pemain kibor pada lagu Menuju Harapan;
  12. Junaedi Salat – Masa Pancaroba, 1983, sebagai penata musik dan pemain kibor;
  13. Erros Djarot – Manusia Manusia, 1985, sebagai pemain kibor, gitar akustik, dan gitar bas;
  14. Doddy Soekasah – Laras Hati, 1985, sebagai pemain kibor;
  15. Gank Pegangsaan – Palestina I, 1991, sebagai penata musik dan pemain kibor; penyanyi pada lagu Setan Tertawa; pencipta lagu Palestina, Manusia Kera, dan Penantian;
  16. Gank Pegangsaan – Palestina II, 1994, sebagai penata musik, penyanyi, dan pemain kibor;
  17. Gank Pegangsaan – Kerusuhan, 1997, sebagai penata musik, penyanyi, dan pemain kibor;
  18. Giant Step – Life’s Not The Same, 2016, sebagai pemain kibor;
  19. Debby Nasution – Menanti Hari, 2020, sebagai penata musik, pencipta lagu, penyanyi, dan pemain kibor.

 

  • Keenan Nasution

Keenan Nasution merupakan sosok yang paling rajin merilis album solo di antara Nasution Bersaudara lainnya. Keenan telah merilis 13 album solo dan terlibat di lebih dari 10 album musisi lain selama berkarir di dunia musik. Berikut adalah daftarnya:

Album solo:

  1. Di Batas Angan-Angan (1978)
  2. Tak Semudah Kata-Kata (1979)
  3. Akhir Kelana (1980)
  4. Beri Kesempatan (1981)
  5. My Love bersama Ida Royani (1982)
  6. Romansa bersama Ida Royani (1982)
  7. 42nd Street (1983)
  8. Dara-Dara (1985)
  9. Dulu Lain Sekarang Lain (1985)
  10. Kupu-Kupu Cinta (1986)
  11. Bunga Asmara (1990)
  12. .. Apa Yang Telah Kau Buat (2007)
  13. Akustik (2012)

Album yang melibatkan Keenan:

  1. Guruh Gipsy – Kesepakatan dalam Kepekatan, 1976, sebagai pemain drum; penyanyi pada lagu Indonesia Maharddhika dan Geger Gelgel;
  2. D&R – self-titled, 1976, sebagai pemain drum; penyanyi pada lagu Cindy;
  3. Various Artists – 9 Lagu Terbaik Festival Lagu & Penyanyi Populer Tingkat Nasional V/’77, sebagai penyanyi dan pencipta lagu Di Batas Angan-Angan;
  4. Various Artists – 10 Lagu Terbaik Lomba Cipta Lagu Remaja 1977, sebagai penata musik, dan pemain drum; penyanyi pada lagu Kemelut dan Oh Bunga Anggrek;
  5. Erros Djarot, dkk. – Badai Pasti Berlalu, 1977, sebagai pemain drum pada lagu Khayalku, Angin Malam, dan Semusim;
  6. Various Artists – 10 Lagu Terbaik Lomba Cipta Lagu Remaja 1978, sebagai pemain drum; penyanyi pada lagu Awan Putih dan Saat Harapan Tiba;
  7. Chrisye – Sabda Alam, 1978, sebagai pemain drum;
  8. Chrisye – Percik Pesona, 1979, sebagai pemain drum pada lagu Kehidupanku;
  9. Yockie Suryo Prayogo – Musik Saya Adalah Saya, 1979, sebagai pemain drum;
  10. Harry Sabar – Lentera, 1979, sebagai penata musik, pencipta lagu, dan pemain kibor pada lagu Khalwat Jiwa; pemain drum pada lagu Lentera, Kitaran Warsa, Kemarin dan Hari Ini, dan Khalwat Jiwa;
  11. Fariz RM – Selangkah Ke Seberang, 1979, sebagai pemain drum pada lagu Kutuk Seribu Dewa;
  12. Mira Ismuthiar – Terluka, 1981, sebagai pemain drum;
  13. Harry Sabar – Bayang Pesona, 1981, sebagai pemain drum pada lagu Salam Negeriku;
  14. Harry Sabar – Kasih Sayang, 1985, sebagai pemain drum;
  15. Doddy Soekasah – Laras Hati, 1985, sebagai pemain drum;
  16. Gank Pegangsaan – Palestina I, 1991, sebagai pemain drum; penyanyi pada lagu Dirimu, Jalan Sabang, dan Matahari;
  17. Al Haj – Biang Kerok, 1992, sebagai pemain drum;
  18. Doddy Soekasah – Serambi, 1999, sebagai penyanyi.

 

Narasi: Alunan Nusantara ( www.alunannusantara.wordpress.com )
Photo:
Alunan Nusantara

 
 
 

Nike Ardilla: Legenda Musik Indonesia

Related Posts

No results found.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Fill out this field
Fill out this field
Please enter a valid email address.
You need to agree with the terms to proceed